Saturday, 30 April 2011

Please don't take my sunshine away

Hangatnya sinar matahari itu mulai menghilang...
bukan karena seseorang mengambil matahariku……………..
matahari itu telah meninggalkan aku.
Akhh…..bukankah lebih baik begitu, karena sang awan kelabu kan datang membawa hujan tanda ku kan kedinginan lagi.
Bukankah lebih baik begitu karena aku telah terbiasa dalam kesendirian dan dingin yang menusuk ini.
Lagi pula tak akan ada yang tahu aku bersedih karena tetes tetes hujan itu jatuh diwajahku menyatu dengan airmataku.
Aku akan baik baik saja, aku yakin itu……………………………………………


Sesaat teringat bagaimana sinar hangat matahari itu menyilaukan mataku kali pertama.
Aku terbuai dalam kehangatan sinarnya menyentuh kulitku yang pasi.
Melambungku tinggi jauh, seketika pipiku merona. Aku mulai tersenyum setiap matahari menyapaku. Aku menatap matahari…………Bahagia!!!!!
Walau sebenarnya hati kecilku sering berkata dan sering mengingatkanku kalau aku dan segala tentang aku tertulis di musim yang dingin, jadi matahari itu terlalu indah untukku.


Tetapi sinarnya menghisap semua kesedihanku. Lalu aku merasa aneh……………..
Setiap ku berbincang dan bersenda gurau dengan matahari sambil menikmati hangat sinarnya di wajahku, sesuatu menggelitikku….tepatnya di perutku dan ini membuatku tertawa geli.
Akupun bertanya kepada hati kecilku tentang keanehan ini. “kupu kupu”, jawab hati kecilku. Aku terdiam lama…..”Ya…. sinar matahari itu tlah menumbuhkan bunga di hatimu dan kupu kupu itu hendak mencari jalan ke hatimu dimana bunga itu berada.” lanjut hatiku. Ah… begitu rupanya, Aku kagum kepada matahariku. Ya..aku mulai memanggilnya matahariku. Sinarnya mulai memberi kehidupan di hatiku yang sudah lama membeku. Akhirnya bersama sama dengan matahariku aku membuka jalan untuk kupu kupu itu.

AKU BAHAGIA…....
Bahagia sekali. Matahariku tak pernah membiarkan air mata jatuh di pipiku. Matahari selalu menemani hari hariku. Aku sangat mencintai matahariku. Lalu matahari berjanji kalau dia tak pernah sekalipun meninggalkan aku. Aku pun percaya itu. Dia menyapaku di kala pagi hari dan mengajakku terbang ke langit memetik bintang bintang sampai keranjang kami penuh dengan sinar kemilau bintang. Lalu kami membagikan bintang2 tersebut kepada siapa saja yang kami jumpai.

Jauh di dalam diriku hati kecilku berontak dan marah, katanya, “kau tak pantas bersanding dengan dia!” Kami pun bertengkar. “Sang matahari seharusnya disana.”lanjut hati kecilku seraya menunjuk ke langit, “dan kau.....disini!” seru hati kecilku seraya menunjuk ke kaki bumi. “Sadarlah...tidaklah mungkin kau akan terbang dan bersanding dengannya di atas sana.” desah hatiku. Tetapi aku tetap mencoba meyakinkan hati kecilku, “tidak hatiku....dengarkan aku dulu. Aku dan matahari baru saja bermain di atas sana, kami memetik bintang bintang. Lihat...bintang bintang ini banyak sekali dan ini milik kami berdua.” “CUKUP!” teriak hati kecilku...”Kau akan merasakan sakit yang teramat terjatuh dari atas sana.” Lanjut hati kecilku lirih.


Aku bercerita kepada matahari tentang pertengkaranku dengan hati kecilku. Dengan sinar hangatnya dia berujar, “tak kan kubiarkan kau jatuh, manis.” Aku tersipu, aku terbuai. Semakin lama aku semakin terbiasa dengan kehangatan matahari dan ternyata matahariku memiliki lengan dan pundak yang teramat kokoh untukku bersandar, terkadang aku bersembunyi dalam pelukannya terbuai dalam dendang cintanya. Suatu ketika ia berbisik lembut ditelingaku, “Aku mencintaimu, sangat. Dan aku selalu merindukanmu.”Lalu ia mencium keningku dengan sinar hangatnya.


Aku lupa bercerita benda benda langit teman sang matahariku selalu bertanya apa yang menjadikan ku berharga di mata sang matahari sehingga matahari rela meninggalkan langit dan berlama lama dengan ku. Suatu ketika matahari berujar, “aku akan bergabung sejenak dengan benda benda langit di atas sana. Dengan awan, pelangi, angin dan juga sang bulan.” “ Huh...mereka.” kataku. “walaupun mereka diam aku tahu mereka tidaklah suka kepada ku..tapi baiklah jangan terlalu lama.”lanjutku. “ Tidak manis. Aku pasti cepat kembali kepadamu.” jawab matahariku.


Aku menunggu...........matahari tak kunjung datang tak ada berita dari angin timur di mana ia berada.Hanya sesekali menunjukkan mukanya di balik awan sambil berujar cepat, “ bulan sangat membutuhkanku.” “ Bulan ini....bulan itu.” Selalu bulan, bulan dan bulan. 
Itu membuatku sedih.........................................................................
Aku mencoba berbicara kepada matahari tentang hal ini ketika kami sedang duduk di ujung pelangi tetapi jawabannya selalu membuatku tertunduk. Hati kecilku mencoba menghiburku dan menyuruhku untuk bersabar. Suatu ketika matahari datang menjumpaiku di ujung langit tempat kami biasa bercengkrama. Sungguh aku tak sabar ingin bertemu dengan dia. Dari kejauhan aku bisa merasakan sinarnya, tampak terburu buru. “Ah.. rupanya dia juga tak sabar berjumpa denganku”, pikirku. “Sayang, maafkan aku”, katanya. “Sepertinya aku tak dapat menemanimu hari ini karena bulan sangat membutuhkan aku dan dia sedang menungguku”, lanjutnya.” "Lagi....” sambungku. Semenjak itu ia selalu menemani bulan. Aku marah...tak kuasa menahan air mata yang tanpa ku sadari sudah sering terjatuh ketika aku tertidur.....bermimpi aku bisa jadi bulan atau benda langit lainnya asalkan bisa bersama matahariku di atas sana bukan di bawah sini sendirian.


Suatu malam ketika aku termenung bintang bertanya kepadaku, “Apa kau tak akan mengambil kami lagi dan membagikan kepada teman temanmu?”Aku menjawab, “tidak bisa, matahari sedang sibuk mengurus sesuatu.”
Tak kuasa lagi menahan semuanya aku menangis sejadi jadinya...matahariku...
TIDAK.....dia bukan matahariku. Matahariku tidak pernah berujar kasar kepadaku.
Saat itu apa yang dikatakan oleh hati kecilku terjadi, aku terhempas jatuh dari atas menghantam tanah, sebelum tubuhku menyentuh tanah aku berharap tangannya yang hangat menangkapku seperti janjinya dulu. 
Sakit disekujur tubuhku yang menyadarkan aku kalau matahari tak berniat menangkapku...................................................................


Hangatnya mulai menghilang, tiba tiba aku mulai merasakan sesuatu yang sudah lama ku lupakan. Ya...ya..aku ingat sekarang hujan turun lagi membasahi pipiku.
Seru hujan, “tenang saja, kami masih ingat apa yang biasa kami lakukan yaitu melebur dengan airmatamu agar kau tidak terlihat menangis dihadapan orang lain.” “Terimakasih.”, ucapku lirih. Kilat menyambar seakan berseru kepadaku, “lama tak jumpa, senang melihatmu kembali berdiri di tengah tetesan air hujan. Kemana saja selama ini? Kau tidak lupa cara menangiskan?””Tidak.”, jawabku. Bagaimana mungkin aku lupa bagaimana menangis, seperti kata hati kecilku aku dan segala tentang aku tertulis di dalam dinginnya hujan dan air mata.


Aku menoleh ke arah terakhir aku menatap matahari. Hati kecilku menyentuh pundakku seraya berkata, “sudahlah, dia terlalu sempurna untuk kau miliki.” Aku bertanya kepada hati kecilku, “apakah dia masih mencintaiku?” “Entahlah”, jawabnya.
Saat itu hujan turun menandakan kesepian dan dingin yang siap menemani aku.
Ya, tak ada yang mengambil matahariku, keputusannyalah untuk meninggalkan aku.
Tamat.

No comments:

Post a Comment